Selasa, 22 April 2008

TUGAS 2
MAHASISWA BK (SEMESTER IV FITK BI UIN JAKARTA)
Instrumen wawancara/daftar pertanyaan
1. Bagaimana seorang guru memotivasi siswa untuk belajar dengan baik?
Apakah tugas yang diberikan guru dapat mendorong siswa untuk belajar?
2. Bagaimana seorang guru memberikan tips pada siswa untuk mengolah dan mengembangkan potensi yang dimilikinya?
3. Bagaimana seorang guru memberikan arahan terhadap pengaruh lingkungan belajar siswa?
4. Apa cara-cara seorang guru untuk menghargai dan mengarahkannya kearah yang positif bagi siswa?

Teori belajar
1. Teori belajar behaviorisme
Pendiri psikologi behaviorisme di Amerika Serikat adalah John B. Watson yang lahir di Greenville, tanggal 9 Januari 1878. Karya terpentingnya adalah psychology as the behaviorisme views it (1913). Bagi Watson dan aliran behaviorisme pada umumnya, kesadaran kejiwaan itu berhubungn dengn keadaan gerakan otot-otot dan aktivitas kelenjar-kelenjar otak. Untuk itu yang perlu diteliti bukan kesadaran kejiwaan itu sendiri, namun keadaan normal tidaknya otot-otot dan syaraf-syaraf tertentu, sebab keadaan anatomi tubuh inilah yang menentukan ekspresi kejiwaan. Misalnya ketegangan otot-otot dan saraf-saraf tertentu akan melahirkan sikap emosional seperti marah, sedih dan sebagainya.
Aliran ini disebut sebagai psikologi “S-R” (stimulus-respons), sebab menurut penganut-penganut aliran ini, proses-proses psikologi selalu dimulai dengan adanya rangsangan (stimulus) dan diakhiri dengan suatu reaksi (respons) atas rangsangan itu. Maka fenomena yang diamati menjadi jelas dan terukur.
Pandangan aliran behaviorisme:
Psikologi mempelajari kejadian-kejadian empirik yang memberikan rangsangan atau stimulus yang menimbulkan sebuah prilaku dengan diamati sebagai tanggapan atau respons
Pola prilaku, kemampuan, sifat : seseorang lebih banyak dipengaruhi oleh faktor-faktor pengalaman dibandingkan dengan faktor keturunan
Metode introkpeksi sebaiknya ditinggalkan dan digantikan dengan metode objektif seperti eksperimen, observasi dan tes yang berulang-ulang
Psikologi sebagai sebuah sains memiliki kemampuan mendeskripsikan bentuk-bentuk prilaku dan mampu membuat ramalan dengan memberikan rekomendasi pengendalian prilaku sehari-hari sebagai rekomendasi pribadi maupun kelembagaan
Dilakukan penelitian tentang pola prilaku mahluk lain, selain manusia untuk menemukan pola-pola tingkah laku yang sederhana dan menjadi bahan perbandingan bagi pola tindakan manusia yang sedemikian kompleks.
Aliran ini memberikan pengaruh yang luas baik pada perkembangan psikologi sebagai sebuah sains baru, maupun sebagai alat analisis yang dapat menyentuh sejumlah kejadian yang akrab dengan kehidupan sehari-hari, pengaruh terbesar aliran ini cukup terlihat dalam ilmu pendidikan dan psikoterapi yaitu keberhasilan proses pendidikan sebagai sebuah proses yang menentukan bagi perkembangan tingkah laku peserta didik amat ditentukan oleh lingkungan belajar dimana peserta didik belajar. Psikoterapi mental seseorang dikatakan berhasil jika sipasien memperoleh lingkungan yang memadai bagi proses pemulihan kesehatan mentalnya.
2. Teori belajar kognitif atau teori pemprosesan informasi
Aspek-aspek perkembangan kognitif menurut Piaget yaitu tahap sensory motor, pre operational, concrete operational dan formal operational. Menurut piaget, belajar akan lebih berhasil apabila disesuaikan dengan tahap perkembangan kognitif peserta didik. Peserta didik hendaknya diberi kesempatan untuk melakukan eksperimen dengan obyek fisik yang ditunjang oleh interaksi dengan teman sebaya dan dibantu oleh pertanyaan tilikan dari guru. Guru hendaknya banyak memberikan rangsangan kepada peserta didik agar mau berinteraksi dengan lingkungan secara aktif, mencari dan menemukan berbagai hal dari lingkungan.
Implikasi teori perkembangan kognitif piaget dalam pembelajaran:
Bahasa dan cara berfikir anak berbeda dengan orang dewasa. Oleh karena itu, guru mengajat dengan menggunakan bahasa yang sesuai dengan cara berfikir anak
Anak-anak akan belajar lebih baik apabila dapat menghadapi lingkungan dengan baik. Guru harus memberikan anak agar dapat berinteraksi dengan linkungan sebaik-baiknya
Bahan yang harus dipelajari anak hendaknya dirasakan baru tetapi tidak asing
Berikan peluang agar anak belajar sesuai tahap perkembangannya.
Dari dalam kelas, anak-anak hendaknya diberi peluang untuk saling berbicara dan diskusi dengan teman-teman
3. Teori belajar gestalt
Kata gestalt diambil dari kata Jerman yang secara harfiah berarti “bentuk” atau “pola umum”. Sesuai dengan namanya, para psikologi gestalt yakin bahwa pengalaman seseorang mempunyai struktur umum atau memiliki kesatuan kualitas tertentu. Aliran diumumkan pertama kali oleh max Wertheimer (1880-1943) yang kemudian dikembangkan oleh tokoh-tokoh lainnya seperti kurt koffka (1886-1941) dan wolfgang kohler (1887-1967).
Teori yang mereka ajukan adalah bahwa dalam pengamatan atau persepsi suatu situasi rangsangan ditangkap sebagai suatu keseluruhan. Jadi, persepsi bukanlah penjumlahan rangsangan-rangsangan kecil (detail) yang ditangkap oleh alat-alat indra, melainkan merupakan keseluruhan dari detail-detail tadi. Bagi mereka jiwa sebenarnya merupakan suatu bentuk keseluruhan yang tidak dapat dipisah-pisahkan, bukan sebagai materi dapat dipecah-pecah menjadi komponen-komponen kecil. Implikasi yang penting dari pandangan dan fokus kajian aliran gestalt adalah selain berupaya menemukan prinsip dasar pengamatan kepribadian dan problem solving.
4. Teori belajar alternatif konstruktivisme
Konstruktivisme suatu penjelasan bagaimana pelajar belajar dan membina pemahaman yang bermakna tentang alam sekeliling mereka. Teori konstruktivisme adalah teori belajar yang berpendapat bahwa dalam pembelajaran terjadi melalui suatu proses membangun pengetahuan dari diri siswa, yang umumnya dipengaruhi oleh pengajar materi ajar dan siswa itu sendiri.

Teori Jean Piaget bersifat konstruktivisme kognitif:
- Sensorimotor (0-2 tahun)
- Pre-operatioan (3-7 tahun)
- Concrete operation (8-11 tahun)
- Formal operation (12-15 tahun)
Teori Jerome Bruner bersifat proses sosial yang aktif:
Pelajar bina idea atau konsep baru berdasarkan pengetahuan yang lalu dan sedia ada. Pelajar pilih maklumat, bina hipotesis dan buat keputusan dalam proses mengintegrasikan dan menyusun pengalaman mereka kedalam sruktur mental yang sedia ada.
Teori Ausubel:
Melihat pembelajaran bermakna berlaku tidak semestinya secara pembelajaran penemuan tetapi lebih kepada pembelajaran ekspositosi. Pelajar belajar secara proses deduktif yaitu membina konstruktivisme secara menyusun maklumat dari pada keseluruhan kepada spesifik.
Prinsisp-prinsip konstruktivisme:
- Pengetahuan dibina secara aktif oleh pelajar
- Pelajar bukan penerima pasif pengetahuan
- Pelajar pembina aktif (konstruk) struktur pengetahuan
- Pelajar mencoba membuat pemahaman tentang pengalaman baru mereka dan fenomena dengan cara membentuk / membina makna tentang perkara tersebut
Prinsip konstruktivisme. Pembelajaran dilihat sebagai:
- Pengubahan ide
- Pembinaan dan penerimaan idea baru
- Penstrukturan semula ide yang sudah tersedia
Pandangan konstruktivisme: Pelajar membina (membentuk idea baru dan bukan menerima idea tersebut dan pelajar menjalankan secara aktif makna dari pada setiap satu pengalaman yang dilalui
Psikologi pendidikan

2. Proses psikologi yang berpengaruh pada proses belajar: “motivasi”
a. Perasaan
Perasaan adalah keadaan sesaat pada individu yang muncul ketika terpadu secara pribadi dengan situasi yang ditempatinya. Oleh karena itu, seoarang guru harus bisa mengkondisikan perasan dalam proses belajar mengajar.
b. Ingatan
Ingatan adalah suatu gejala chemis, maka berarti harus kita masukkan juga dalam hubungan. Ini apa yang disebut: fungsi sekunder, yaitu bahwa tiap moment/peristwa yang disadari setelah tenggelam ke bawah sadar, tidaklah segera hilang pengaruhnya, melainkan masih mengesankan kerja kelanjutan. Oleh karena itu, seorang guru harus mengajarkan sesuatu yang berkesan pada siswanya dan mejadi dorongan pada diri siswa.
c. Fantasi
Fantasi adalah suatu daya jiwa untuk menciptakan tanggapan-tanggapan baru dengan bantuan tanggapan-tanggapan yang sudah ada pada diri kita. Jadi ciri khas dari gejala jiwa ini adalah unsur menciptakan sesuatu yang baru dalam jiwa. Oleh karena itu, seorang guru harus bisa menyiasati dan memberikan peluang siswa agar bisa menciptakan sesuatu yang baru dalam proses belajar.
d. Perhatian
Perhatian yaitu mempunyai tugas selektif terhadap rangsangan-rangsangan yang mengenai/sampai kepada individu. Peranan perhatian sangat penting dalam cara manusia bertingkah laku terhadap lingkungannya. Dengan perhatian kita dapat memilih rangsang-rangsang yang berguna atau kita perlukan. Sehingga melalui perhatian maka aktivitas kita dalam milieu bersifat selektif. Oleh karena itu, seorang guru harus selektif dalam memberikan pelajaran pada siswa dengan perhatian mengenai perhatian yang diberikan.
e. Pengamatan
Pengamatan adalah aktivitas jiwa yang memungkinkan manusia mengenali rangsangan-rangsangan yang sampai kepadanya melalui alat-alat indranya. Dengan kemampuan inilah kemungkinan manusia atau individu mengenali milieu hidupnya. Oleh karena itu, seorang guru harus mengenali cara belajar siswa dengan memberikan rangsangan melalui alat-alat indranya.
f. Tanggapan
Tanggapan adalah bayangan atau kesan kenangan dari pada apa yang pernah kita amati atau kenali. Oleh karena itu, seorang guru bisa memberikan tanggapan mengenai proses cara belajar siswa yang diamati.


3. Psikologi pendidikan menurut William James
William James, pelopor keilmuan psikologi dari Amerika Serikat, menyatakan setiap individu tentu memahami terminologi atensi. Pengendalian pikiran (mind) pada satu pemikiran (thought) secara jelas dan jernih, dari sekian banyak ragam pemikiran yang dapat terjadi secara simultan. Intinya adalah pemusatan atau konsentrasi kesadaran. Hal ini mengimplikasikan penarikan perhatian dari suatu hal, untuk menangani hal lain secara efektif (James 1890: 403-404). Studi tentang pemilihan pemrosesan informasi, penarikan atensi dari beragam hal guna memperhatikan hal lain secara lebih efektif, juga diuraikan pada referensi "Perception and Communication" yang ditulis pada tahun 1958 oleh D. E. Broadbent. Secara umum, kebanyakan riset mengenai hal ini dapat dikelompokan sebagai riset tentang "atensi", walaupun berbagai permasalahan yang berkenaan dengan pemrosesan informasi selektif tentu tidak selalu dapat diidentikan dengan pemikiran pribadi William James tentang kesadaran selektif.
Bahkan pada kenyataannya banyak aspek dari selektifitas berkenaan dengan pengorganisasian suatu aktifitas yang difokuskan. Di setiap saat, individu secara aktif berusaha mencapai satu dari berbagai tujuan. Beberapa aktifitas, dibandingkan yang lainnya, dapat lebih mendekatkannya pada pencapaian tujuan. Sebagian dari input sensorik relevan dan perlu dievaluasi lebih lanjut. Kondisi umum seperti siaga atau mengantuk juga dapat dianggap sebagai aspek "atensi". Pada “Perception dan Communication”, suatu alat tertentu digunakan untuk meneliti berbagai fenomena; pendengaran selektif, menurunnya performa karena durasi kerja yang lama, kerusakan karena suara yang keras dan lainnya. Temuan ini kemudian diperkuat lagi pada referensi "Decision and Stress" masih dari D. E. Broadbent, 1971.
Persepsi selektif pada beragam modalitas (pengindraan) telah diteliti secara seksama dalam periode belakangan. Eksperimen berkenaan dengan pendengaran selektif yang dilakukan pada dekade 1950-an berkenaan dengan partisipan mendengarkan dua pesan berbeda secara simultan. Beragam eksperimen ini merefleksikan beberapa hal; (1) indikasi kapasitas manusia yang terbatas, partisipan sering kali tidak mampu mengidentifikasi dua pesan pada saat bersamaan, (2) indikasi kondisi pemilihan efektif: partisipan mampu mengidentifikasi satu pesan dan mengabaikan pesan lainnya, ketika terdapat perbedaan karakteristik fisikal; seperti lokasi, intensitas atau warna suara. Namun kemampuan ini tidak muncul ketika kedua pesan hanya berbeda pada segi konten, (3) indikasi konsekuensi dari seleksi efisien: individu mendengarkan satu pesan dan mengabaikan pesan yang lain mampu melaporkan karakteristik paling mendasar dari pesan yang diabaikan; contohnya ketika perkataan diubah menjadi nada. Namun kembali lagi gagal membedakan apakah perkataan yang disampaikan akrab di telinga atau tidak.
Ketiga indikasi tersebut telah memiliki studi lanjutan. Referensi dari Treisman dan Davies 1973 berkenaan dengan keterbatasan kapasitas persepsi adalah salah satunya. Eksperimen menggunakan perpaduan stimulus, visual dan audio, menunjukan bahwa batas utama persepsi simultan, sangat terkait dengan keunikan modalitas: stimulus visual dan audio yang terjadi saat bersamaan dapat diidentifikasi lebih baik dibandingkan dua stimulus dengan modalitas yang sama (visual dan visual / audio dan audio). Berkenaan dengan pengendalian pemilihan stimulus, terdapat pula eksperimen yang menunjukan pengaruh gabungan dari pendekatan atas-bawah (terkait aktifitas) dan bawah-atas (terkait stimulus). Pendekatan atas-bawah terjadi ketika individu diintruksikan untuk memperhatikan hanya pada objek di bagian tertentu dari modalitas visual (pemilihan didasarkan pada lokasi), objek yang memiliki warna tertentu atau karakteristik lainnya (pemilihan didasarkan pada karakteristik) atau objek yang memiliki kategori tertentu (contohnya huruf dibandingkan angka) (von Wright 1968). Pemilihan berdasar lokasi (perhatian spasial) telah dipelajari secara seksama oleh (Posner, 1978). Terlepas dari aktifitas atau instruksi, faktor dari stimulus seperti intensitas (Broadbent, 1958) atau kemunculan secara mendadak (Jonides dan Yantis, 1988), juga mempengaruhi pemilihan stimulus. Pelatihan yang intensif berkenaan dengan stimulus tertentu, memudahkan pemilihan persepsi (Moray, 1959). Banyak program didesain untuk melatih pemilihan stimulus yang secara umum melatih daya konsentrasi misalnya Prima Focus, program pelatihan yang didesain oleh Prima Study - Education, Training & Consultancy. Adapun salah seorang fasilitator utama dari program ini adalah Yovan P. Putra.
Berkenaan dengan hasil dari pemilihan efektif, eksperimen telah menguraikan berbagai hal yang berbeda pada pemrosesan stimulus, baik yang diperhatikan maupun yang diabaikan. Seringkali, sangat sedikit yang dapat diingat secara eksplisit oleh individu berkenaan dengan stimulus yang diinstruksikan untuk diabaikan, walaupun stimulus tersebut sangat jelas terdengar atau terlihat (Wolford dan Morrison 1980). Sebaliknya, pengukuran tidak langsung mengindikasikan keberadaan pemrosesan bawah sadar (non-conscious processing) atau tersembunyi; contohnya kata yang diabaikan yang sebelumnya diasosiasikan dengan kejutan, menghasilkan Galvanic Skin Response, walaupun partisipan gagal menyadari keberadaannya (Corteen dan Dunn 1974). Karakteristik dan durasi dari pemrosesan implisit dari informasi yang tidak diperhatikan masih menjadi topik perdebatan, seperti yang diindikasikan pada fenomena memori implisit atau eksplisit.
Berbagai penelitian di atas memunculkan beragam pertanyaan berkenaan dengan pemrosesan selektif, misalnya pertanyaan mengenai atensi yang terbagi (divided attention); seberapa banyak pembagian yang dapat dilakukan pada satu saat. Pertanyaan lainnya berkenaan dengan atensi selektif (selective attention); seberapa efisiennya stimulus yang diinginkan dapat diproses dan stimulus yang tidak diinginkan dapat diabaikan. Berbagai eksperimen tersebut memberikan pengukuran terhadap penciptaan prioritas selektif (selective priority) berkenaan dengan format atensi dan pengubahan (switching). Sebagai tambahan, terdapat pula atensi penunjang (sustained attention), kemampuan mempertahankan satu pemrosesan selama durasi tertentu, seperti yang ditunjukan pada fenomena meditasi yang dilakukan para yogi atau praktisi spriritualisme lainnya.
Tinjauan keilmuan neurobiology dari atensi visual merupakan topik penelitian yang sangat menarik. Pada otak primata, informasi visual didistribusikan pada jejaring yang berkenaan dengan area kortikal, yang bertanggung jawab terhadap pemisahan fungsi visual dan berkenaan pula dengan sebagian dari dimensi visual seperti bentuk, gerakan dan warna (Desimone dan Ungerleider 1989). Secara keseluruhan "daerah visual" melingkupi secara umum daerah tertentu dari bagian serebral belakang (posterior cerebral hemisphere). Perekaman pada sel tunggal di beberapa area visual kera menunjukan respon yang lemah atau diminimalkan terhadap stimulus yang mana didisain untuk diabaikan (Moran dan Desimone 1985). Pengukuran aktifitas elektrik keseluruhan pada otak manusia dan perubahan yang terhubung pada aliran darah di serebral lokal, juga mengindikasikan respon yang lebih besar pada stimulus yang diperhatikan dibandingkan pada stimulus yang diabaikan (Heinze et al. 1994). Kerusakan pada satu bagian otak melemahkan representasi dari stimulus pada bagian yang berlawanan dengan medan pengelihatan. Fenomena tersebut dapat dideteksi ketika masing-masing stimulus disajikan secara terpisah, namun tidak terdeteksi ketika stimulus disajikan bersamaan (Bender 1952). Seluruh hasil ini menunjukan bahwa input visual secara bersamaan saling bersaing mendapat representasi di jejaring area visual (Desimone dan Duncan 1995). Stimulus yang diperhatikan direpresentasikan lebih kuat, sementara stimulus yang tidak diinginkan respon terhadapnya ditekan.
Tambahan selain persepsi selektif adalah aktifasi selektif atas tujuan atau komponen dari rencana kerja. Kembali lagi, di sini juga kesalahan mengindikasikan adanya keterbatasan kapasitas atau kesulitan mengorganisasi dua jenis pemikiran atau aktifitas secara simultan. Setiap saat, kekeliruan aktifitas, seperti pergi ke dapur ketika individu ingin mandi atau mengambil piring ketika individu ingin minum, dapat terjadi ketika pikiran didominasi oleh pemikiran lain (Reason dan Mycielska 1982). Kembali lagi, peran latihan sangat penting untuk mengatasi hal ini. Walaupun tidak dimungkinkan untuk mengorganisasi dua aktifitas yang tidak akrab (familiar) pada saat bersamaan, aktifitas akrab nampaknya terjadi secara otomatis, membiarkan atensi dalam hal ini bebas untuk berkutat hal yang lain. Aktifitas akrab dapat terjadi tanpa disadari (involunteer) sehingga terkadang terjadi pada saat yang tidak tepat. Kembali lagi berbagai kekeliruan aktifitas memberikan ilustrasi yang sangat jelas seperti berjalan ke arah yang akrab padahal ingin menuju ke tempat yang berbeda atau mengambil kunci ketika berada di depan pintu rumah tetangga (James 1890). Secara klinis hal ini dikenal sebagai efek Stroop. J. R. Stroop pada tahun 1935 melakukan eksperimen dimana melibatkan partisipan menamai warna dari kata yang tertulis (umumnya kata yang tertulis merupakan nama warna seperti "merah", "kuning" dan lainnya). Pengidentifikasian warna dapat dipengaruhi oleh tendensi pembacaan kata yang bersangkutan. Untuk lebih jelasnya berkenaan dengan efek Stroop, perhatikan ilustrasi berikut. Hasil tersebut menunjukan suatu model di mana aktifitas yang memiliki tendensi konflik berkompetisi untuk aktifasi. Dengan pelatihan, seperti Prima Focus atau program lainnya, daya kompetisi suatu aktifitas dapat lebih ditingkatkan, misalnya kemampuan memfokuskan pada pembacaan buku sementara mengabaikan suara bising di sekitar.

Ilustrasi Efek Stoop (2)
Prilaku yang tidak teratur dan kekeliruan aktifitas dapat terjadi sering kali ketika terdapat kerusakan pada lobus frontal (frontal lobes) otak seperti yang diungkapkan oleh Alexander Luria, seorang psikolog Rusia, pada tahun 1966. Kekacauan dapat berwujud dalam berbagai bentuk; aktifitas pengusik yang tidak relevan dengan aktifitas yang sedang dilakukan, pengulangan yang intensif dari aktifitas pengusik, pemilihan yang tidak biasa, seperti yang dicontohkan oleh aktifitas pergi ke dapur ketika individu yang bersangkutan sebenarnya ingin mandi. Pertanyaan yang masih belum terjawab adalah bagaimana pemilihan aktifitas dapat berkembang dari gabungan aktifitas pada berbagai sistem lobus frontal (frontal lobes).
Pada beberapa kasus, tentunya, dapat dikatakan berbagai aspek atensi terpisah antara satu dengan yang lainnya. Contohnya, seperti yang telah didokumentasikan mengani berbagai bentuk kompetisi yang nyata atau interferensi satu aktifitas oleh aktifitas yang lainnya. Hal ini meliputi pula kompetisi pemahaman pada modalitas spesifik, respon yang terkait dengan penyebab dan representasi mental yang serupa (misal dua representasi spasial atau verbal, seperti yang diungkapkan oleh A. Baddeley 1986); walaupun terdapat pula penyebab umum dari interfensi bahkan pada aktifitas yang tidak serupa, seperti yang ditulis oleh Bourke, Duncan dan Nimmo-Smith pada tahun 1996. Setiap aspek dari kompetisi merefleksikan cara yang unik dari sistem saraf dalam memilih satu proses mental dibandingkan yang lain.
Pada saat yang bersamaan, selektifitas di berbagai domain mental perlu sepenuhnya terintegrasi guna melakukan aktifitas yang bertujuan dan koheren (Duncan 1996). Terdapat pula suatu bentuk fungsi "eksekutif" mental yang mengambil alih kendali pengkoordinasian aktifitas mental, seperti yang diungkapkan oleh A. Baddeley, 1986; misalnya untuk menjamin bahwa tujuan yang sebenarnya, aksi dan pemahaan input terintegrasikan bersama. Dengan kata lain ketika anda membaca buku, tujuan untuk memahami isi buku, aktifitas pembacaan dan pemahaman yang didapatkan terintegrasi secara sempurna. Penngintegrasian ini perlu dilakukan semenarik mungkin sehingga pikiran memprioritaskan perhatian, mungkin melalui suatu pengaturan yang unik. Melalui analogi model "relaksasi" dari berbagai proses mental (McCleland dan Rumelhart 1981), material terpilih pada satu domain mental (contohnya tujuan aktif, pemahaman input, material dari memori) dapat mendukung pemilihan material pada domain lain. Deskripsi pendekatan atas-bawah yang disajikan sebelumnya, sebagai contohnya, mengimplikasikan bahwa tujuan mengendalikan pemilihan pemahaman; serupa dengan tujuan aktif dapat dibalikkan oleh input pemahaman baru, seperti ketika telepon berbunyi atau teman melintas di jalan. Pendekatan manapun yang diambil, aspek sentral dari "atensi" merupakan hal yang berkenaan dengan koordinasi mental.

Selasa, 01 April 2008

Permasalahan yang Terjadi pada Anak SMP Kelas VIII

Sub tugas perkembangan: Mengenal gambaran dan mengembangkan sikap tentang kehidupan mandiri secara emosional, sosial dan ekonomi


Bidang Bimbingan: Bimbingan Belajar


Rumusan Kompetensi:

  • Memahami pengaruh positif dari gambaran kehidupan mandiri dalam kegiatan belajar

  • Mampu mewujudkan pengaruh positif dari gambaran tentang kehidupan mandiri dalam kegiatan belajar


Materi Perkembangan Kompetensi:

  • Pengaruh positif dari gambaran kehidupan mandiri dalam kegiatan belajar

  • Cara-cara mewujudkan pengaruh positif dari gambaran kehidupan mandiri dalam kegiatan belajar sosial ekonomi.


Permasalahan yang terjadi pada diri siswa yaitu siswa belum bisa mandiri dalam kegiatan belajar, siswa masih sangat bergantung pada gurunya. Sehingga dikhwatirkan siswa lebih condong kearah negatif karena siswa belum matang untuk memahami kehidupan.

Kemandirian adalah langkah awal untuk menuju kesuksesan, karena dengan adanya kehidupan yang mandiri siswa dapat belajar bagaimana cara bertanggung jawab, disiplin dan penyesuaian diri. Dengan begitu, siswa bisa mengetahui kehidupan yang mandiri secara baik.

Pada umumnya, siswa SMP masih tergolong anak-anak yang remaja. Kemanjaan itu bisa disiasati dengan memberikan tanggung jawab, misalkanya memberikan tugas pada anak-anak, disiplin dalam belajar dan tepat waktu, dan mengkondisikan diri dengan teman-temanya.

Jika kemandirian sudah muncul dalam diri siswa kita bisa memberikan solusi bahwa siswa itu bisa mengikuti kegiatan belajar dengan baik.



Selasa, 25 Maret 2008

PERKEMBANGAN PSIKOLOGI REMAJA

PERKEMBANGAN PSIKOLOGI REMAJA


Masa Remaja

Masa remaja (Adolesense) adalah tumbuh atau menjadi dewasa. Remaja berlangsung kira-kira sejak umur 15/16 atau 17 tahun dan berakhir pada saat individu matang secara seksual sampai mencapai usia matang secara hukum. Masa remaja merupakan masa yang sangat penting dalam rentangan kehidupan. masa ini dikenal sebagai periode peralihan, dimana individu mencari identitas atau sering juga disebut sebagai masa tidak realistis dan masa ambang dewasa. Akibat perubahan dan peralihan, remaja bersikap ambivalen yaitu disuatu pihak ingin diperlakukan sebagai anak kecil, namun di pihak lain ingin diperlakukan dan dakui sebagai orang dewasa meski segala kebutuhan masih minta dipenuhi oleh orangtuanya sebagaimana halnya anak kecil.

Perubahan yang bersifat universal yang terjadi pada remaja baik fisik, prilaku, sikap dan keadaan fisiknya:

  • Meningkatnya emosi yang biasanya berhubungan dengan perubahan fisik

  • Perubahan bentuk tubuh, minat dan peran yang diharapkan oleh kelompok sosialnya.

  • Dengan perubahan minat dan prilaku, maka nilai juga berubah. Apa yang dianggap penting pada masa kanak-kanak sudah tidak dianggap penting lagi.

  • Umumnya remaja bersikap ambivalen terhadap setiap perubahan. mereka menuntut dan menginginkan kehebatan, tetapi pada saat yang bersamaan ia sering takut dengan risiko dan tanggung jawab yang harus dipikulnya.

Rata-rata indentifikasi yang agak universal menyangkut rentang waktu biasanya diidentifikasikan sebagai usia antara 13-18tahun. Sedangkan yang menyangkut kejadian-kejadian penting biasanya disepakati beberapa perubahan diantaranya:

  • Perkembangan aspek-aspek biologis

  • Menerima peranan dewasa berdasarkan pengaruh kebiasaan masyarakat dimana ia dibesarkan

  • Mendapatkan kebiasaan emosional dari orang tua dan orang dewasa

  • Berusaha mendapatkan pandangan hidup sendiri

  • Merealisasi suatu identitas sendiri dan dapat mengadakan partisipasi dalam kebudayaan pemuda sendiri


Ciri-Ciri Masa Remaja

  • Masa remaja adalah salah satu periode yang penting dalam proses prubahan baik dalam pengertian pertumbuhan maupun perkembangan yang terjadi secara cepat

  • Masa remaja adalah periode peralihan dimana status individu tidak jelas dan terdapat keraguan akan peran yang harus dilakukan

  • Masa remaja sebagai periode perubahan yaitu sikap dan perilaku selama masa remaja sejajar dengan tingkat perubahan fisik

  • Masa remaja sebagai usia bermasalah

    • Sepanjang kanak-kanak masalahnya sebagian diselesaikan oleh orang tua dan guru-guru, sehingga kebanyakan remaja tidak berpengalaman dalam mengatasi masalah.

    • Remaja merasa diri mandiri, sehingga mereka ingin mengatasi masalahnya sendiri, menolak bentuk orang tua dan guru-guru.

  • Masa remaja sebagai masa mencari identitas yaitu mereka mulai mendambakan identitas diri dan tidak puas lagi jadi sama dengan teman-teman dalam segala hal

  • Masa remaja sebagai ambang masa dewasa yaitu remaja mulai memusatkan diri pada prilaku yang dihubungkan dengan status dewasa. Misalnya merokok, minum minuman keras menggunakan obat-obatan dan terlibat dalam perbuatan seks. Mereka menganggap perilaku ini akan memberikan citra yang mereka inginkan.


Masa Remaja di Pedesaan dan Perkotaan

Masa remaja dipedesaan cenderung lebih sangat singkat jika dibandingkan dengan masa remaja di perkotaan. Remaja dipedesaan cenderung lebih banyak menghabiskan masa remajanya untuk mencari uang. Remaja terkadang diharuskan untuk menikah pada usia muda, bahkan dibawah umur. Orang tua mereka beranggapan apabila anak gadisnya sudah menikah, berarti akan mengurangi beban yang harus ditanggung.

Lain halnya dengan negara-negara yang sudah maju dan kota-kota, anak-anak sampai umur 21 tahun masih belum diberi taggungjawab dan kewajiban seperti orang dewasa. Mereka dianggap masih perlu ditolong, dibimbing, dan dibina. Mereka masih mempersiapkan diri untuk menempuh masa dewasa, masa bertarung, dan berlomba mencari kehidupan yang menyenangkan.

Masalah-Masalah dan Gangguan-Ganguan Remaja

Obat-obatan dan alkohol

Amerika serikat memiliki tingkat remaja pengguna obat-obatan tertinggi dibandingkan dengan semua negara industri maju. Tahun 1960-an dan tahun 1970-an adalah suatu masa yang ditandai dengan meningkatnya penggunaan obat-obatan oleh remaja. Sejak pertengahan tahun 1980-an telah timbul kecendrungan penurunan yang kecil dalam penggunaan obat-obatan dikalangan remaja, tetapi pada awal tahun 1990-an tercatat suatu kecendrungan peningkatan dalam penggunaan obat-obatan. Alkohol adalah obat-obatan yang paling banyak digunakan oleh para remaja. Alkohol yang disalahgunakan oleh para remaja merupakan suatu masalah. Minuman-minuman keras merupakan hal yang umum. Kokain adalah obat yang sangat controversial. Penggunaannya oleh anak-anak sekolah menengah atas pertama kali menurun dalam kurun waktu 8 tahun 1987, suatu kecenderunagn yang terus berlanjut. Perkembangan orang tua, teman-teman sebaya, dan penggunaan obat-obatan oleh para remaja.

Kenakalan Remaja

Kenakalan remaja mengacu kepada suatu rentan perilaku yang luas, dari perilaku yang tidak dapat diterima secara sosial kepelanggaran status hingga tindakan-tindakan kriminal. Untuk kepentingan hukum, suatu perbedaan dibuat antara pelanggaran indeks (seperti tindakan-tindakan kriminal terlepas apakah dilakukan oleh remaja atau orang dewasa) dan pelanggaran status (dilakukan oleh pemuda di bawah usia tertentu). Faktor yang mendorong kenakalan meliputi identitas negatif, derajat pengendalian diri, awal mula kenakalan, jenis kelamin laki-laki, harapan-harapan yang rendah pada pendidikan dan komitmen rendah terhadap pendidikan, kuatnya pengaruh teman sebaya dan rendahnya penolakan terhadap tekanan teman sebaya, kegagalan orang tua untuk memantau anak remaja mereka secara memadai, disiplin yang tidak efektif oleh orang tua, dan hidup di suatu lingkungan kota, yang angka kriminalitasnya tinggi, dengan mobilitas yang tinggi.

Bunuh Diri

Angka bunuh diri meningkat. Dimulai kira-kira pada usia 15 tahun, angka bunuh diri meningkat secara dramatis. Faktor-faktor proksimal dan distal terlibat dalam sebab-sebab bunuh diri.


Perubahan pada Diri Remaja dalam Beberapa Dimensi

  • Dimensi Biologis

Pada saat seorang anak memasuki masa pubertas yang ditandai dengan menstruasi pertama pada remaja putri atau pun perubahan suara pada remaja putra, secara biologis dia mengalami perubahan yang sangat besar. Pubertas menjadikan seorang anak tiba-tiba memiliki kemampuan untuk bereproduksi.

  • Dimensi Kognitif

Perkembangan kognitif remaja, dalam pandangan Jean Piaget (seorang ahli perkembangan kognitif) merupakan periode terakhir dan tertinggi dalam tahap pertumbuhan operasi formal. Pada periode ini, idealnya para remaja sudah memiliki pola pikir sendiri dalam usaha memecahkan masalah-masalah yang kompleks dan abstrak. Pada kenyataan, di negara-negara berkembang (termasuk Indonesia) masih sangat banyak remaja (bahkan orang dewasa) yang belum mampu sepenuhnya mencapai tahap perkembangan kognitif operasional formal. Sebagian masih tertinggal pada tahap perkembangan sebelumnya, yaitu operasional konkrit, dimana pola pikir yang digunakan masih sangat sederhana dan belum mampu melihat masalah dari berbagai dimensi.

  • Dimensi Moral

Masa remaja adalah periode dimana seseorang mulai bertanya-tanya mengenai berbagai fenomena yang terjadi di lingkungan sekitarnya sebagai dasar bagi pembentukan nilai diri mereka. Elliot Turiel (1978) menyatakan bahwa para remaja mulai membuat penilaian tersendiri dalam menghadapi masalah-masalah populer yang berkenaan dengan lingkungan mereka. Misalnya: politik, kemanusiaan, perang, keadaan sosial, dan sebagainya.

  • Dimensi Psikologis

Masa remaja merupakan masa yang penuh gejolak. Pada masa ini suasana hati bisa berubah dengan sangat cepat. Hasil penelitian di Chicago oleh Mihalyi Chiskszentmihalyi dan Reed Larson (1984) menemukan bahwa remaja rata-rata memerlukan hanya 45 menit untuk berubah dari suasana hati “senang luar biasa” ke “sedih luar biasa”, sementara orang dewasa memerlukan beberapa jam untuk hal yang sama. Perubahan suasana hati yang drastis pada para remaja seringkali dikarenakan beban pekerjaan rumah, pekerjaan sekolah, atau kegiatan sehari-hari di rumah.


Sumber:

  1. Akyas Azhari Psikologi Umum dan Perkembangan, Teraju 2004.

  2. John W. Santrock, Perkembangan Masa Hidup, Ciracar, Jakarta 13740.

  3. Www.e-psikologi.com/remaja/130802.htm.

Senin, 24 Maret 2008

PERKEMBANGAN PSIKOLOGI REMAJA

Remaja merupakan masa peralihan antara masa anak dan masa dewasa yang berjalan antara umur 12 tahun sampai 21 tahun.

Setiap tahap usia manusia pasti ada tugas-tugas perkembangan yang harus dilalui. Bila seseorang gagal melalui tugas perkembangan pada usia yang sebenarnya maka pada tahap perkembangan berikutnya akan terjadi masalah pada diri seseorang tersebut. Untuk mengenal kepribadian remaja perlu diketahui tugas-tugas perkembangannya. Tugas-tugas perkembangan tersebut antara lain:

Remaja dapat menerima keadaan fisiknya dan dapat memanfaatkannya secara efektif

Sebagian besar remaja tidak dapat menerima keadaan fisiknya. Hal tersebut terlihat dari penampilan remaja yang cenderung meniru penampilan orang lain atau tokoh tertentu. Misalnya si Ani merasa kulitnya tidak putih seperti bintang film, maka Ani akan berusaha sekuat tenaga untuk memutihkan kulitnya. Perilaku Ani yang demikian tentu menimbulkan masalah bagi dirinya sendiri dan orang lain. Mungkin Ani akan selalu menolak bila diajak ke pesta oleh temannya sehingga lama-kelamaan Ani tidak memiliki teman, dan sebagainya.

Remaja dapat memperoleh kebebasan emosional dari orangtua

Usaha remaja untuk memperoleh kebebasan emosional sering disertai perilaku "pemberontakan" dan melawan keinginan orangtua. Bila tugas perkembangan ini sering menimbulkan pertentangan dalam keluarga dan tidak dapat diselesaikan di rumah , maka remaja akan mencari jalan keluar dan ketenangan di luar rumah. Tentu saja hal tersebut akan membuat remaja memiliki kebebasan emosional dari luar orangtua sehingga remaja justru lebih percaya pada teman-temannya yang senasib dengannya. Jika orangtua tidak menyadari akan pentingnya tugas perkembangan ini, maka remaja Anda dalam kesulitan besar.

Remaja mampu bergaul lebih matang dengan kedua jenis kelamin

Pada masa remaja, remaja sudah seharusnya menyadari akan pentingnya pergaulan. Remaja yang menyadari akan tugas perkembangan yang harus dilaluinya adalah mampu bergaul dengan kedua jenis kelamin maka termasuk remaja yang sukses memasuki tahap perkembangan ini. Ada sebagaian besar remaja yang tetap tidak berani bergaul dengan lawan jenisnya sampai akhir usia remaja. Hal tersebut menunjukkan adanya ketidakmatangan dalam tugas perkembangan remaja tersebut.

Mengetahui dan menerima kemampuan sendiri

Banyak remaja yang belum mengetahui kemampuannya. Bila remaja ditanya mengenai kelebihan dan kekurangannya pasti mereka akan lebih cepat menjawab tentang kekurangan yang dimilikinya dibandingkan dengan kelebihan yang dimilikinya. Hal tersebut menunjukkan bahwa remaja tersebut belum mengenal kemampuan dirinya sendiri. Bila hal tersebut tidak diselesaikan pada masa remaja ini tentu saja akan menjadi masalah untuk tugas perkembangan selanjutnya (masa dewasa atau bahkan sampai tua sekalipun).

Memperkuat penguasaan diri atas dasar skala nilai dan norma

Skala nilai dan norma biasanya diperoleh remaja melalui proses identifikasi dengan orang yang dikaguminya terutama dari tokoh masyarakat maupun dari bintang-bintang yang dikaguminya. Dari skala nilai dan norma yang diperolehnya akan membentuk suatu konsep mengenai harus menjadi seperti siapakah "aku" ?, sehingga hal tersebut dijadikan pegangan dalam mengendalikan gejolak dorongan dalam dirinya.

Selain tugas-tugas perkembangan, kita juga harus mengenal ciri-ciri khusus pada remaja, antara lain:
  • Pertumbuhan Fisik yang sangat Cepat
  • Emosinya tidak stabil
  • Perkembangan Seksual sangat menonjol
  • Cara berfikirnya bersifat kausalitas (hukum sebab akibat)
  • Terikat erat dengan kelompoknya
Secara teoritis beberapa tokoh psikologi mengemukakan tentang batas-batas umur remaja, tetapi dari sekian banyak tokoh yang mengemukakan tidak dapat menjelaskan secara pasti tentang batasan usia remaja karena masa remaja ini adalah masa peralihan. Dari kesimpulan yang diperoleh maka masa remaja dapat dibagi dalam 2 periode yaitu:
  • Periode Masa Puber usia 12-18 tahun
    • Masa Pra Pubertas: peralihan dari akhir masa kanak-kanak ke masa awal pubertas. Cirinya: Anak tidak suka diperlakukan seperti anak kecil lagi. Anak mulai bersikap kritis
    • Masa Pubertas usia 14-16 tahun: masa remaja awal. Cirinya:
      Mulai cemas dan bingung tentang perubahan fisiknya
      Memperhatikan penampilan
      Sikapnya tidak menentu/plin-plan
      Suka berkelompok dengan teman sebaya dan senasib
    • Masa Akhir Pubertas usia 17-18 tahun: peralihan dari masa pubertas ke masa adolesen. Cirinya:
      Pertumbuhan fisik sudah mulai matang tetapi kedewasaan psikologisnya belum tercapai sepenuhnya
      Proses kedewasaan jasmaniah pada remaja putri lebih awal dari remaja pria
  • Periode Remaja Adolesen usia 19-21 tahun
Merupakan masa akhir remaja. Beberapa sifat penting pada masa ini adalah:

Perhatiannya tertutup pada hal-hal realistis mulai menyadari akan realitas sikapnya mulai jelas tentang hidup mulai nampak bakat dan minatnya. Dengan mengetahui tugas perkembangan dan ciri-ciri usia remaja diharapkan para orangtua, pendidik dan remaja itu sendiri memahami hal-hal yang harus dilalui pada masa remaja ini sehingga bila remaja diarahkan dan dapat melalui masa remaja ini dengan baik maka pada masa selanjutnya remaja akan tumbuh sehat kepribadian dan jiwanya.

Selasa, 18 Maret 2008

silabus smp

SILABUS PELAYANAN BIMBINGAN DAN KONSELING BERBASIS KOMPETENSI Jenjang Sekolah : SLTP Sub Tugas Perkembangan : 3. Mencapai pola hubungan yang baik dengan teman sebaya dalam perannya sebagai pria atau wanita. Bidang Bimbingan Rumusan Kompetensi Materi Pengembangan Kompetensi Kelas Kegiatan Layanan Kegiatan Pendukung Penilaian Keterangan1. Memahami peran pribadi dalam kelompok sebaya sebagai pria atau wanita Contoh-contoh peran peran pribadi dalam kelompok sebaya sebagai pria atau wanita 2. Menerima peran pribadi dalam kelompok sebaya sebagai pria atau wanita. Contoh-contoh penerimaan peran pribadi sebagai pria atau wanita dalam kelompok sebaya tanpa membedakan teman pria atau wanita pada posisi tertentu Bimbingan PRIBADI 3. Menjalankan peran pribadi dalam kelompok sebaya sebagai pria atau wanita Praktik menjalankan peran pribadi dalam kelompok sebaya tanpa membedakan peran pria atau wanita pada posisi tertentu Bimbingan Konseling/Silabus SLTP 6
1 2 3 4 5 6 7 8 1. Memahami pola hubungan sosial dengan teman sebaya dalam peranannya sebagai pria atau wanita. Contoh-contoh pola hubungan sosial dengan teman sebaya dalam perannya sebagai pria atau wanita Bimbingan SOSIAL 2. Mampu menjalin hubungan sosial dengan teman sebaya sesuai perannya sebagai pria atau wanita 1. Contoh-contoh pola hubungan sosial dengan teman sebaya tanpa membedakan peran pria atau wanita pada posisi tertentu 2. Praktik menjalankan pola hubungan sosial dengan teman sebaya tanpa membedakan peran pria atau wanita pada posisi tertentu Bimbingan Konseling/Silabus SLTP 7
1 2 3 4 5 6 7 8 1. Memahami pengaruh hubungan teman sebaya terhadap kegiatan belajar. Contoh-contoh pengaruh hubungan teman sebaga terhadap kegiatan belajar baik pengaruh positif maupun pengaruh negatif Bimbingan BELAJAR 2. Mewujudkan pengaruh postif dan menghindari pengaruh yang negatif dari hubungan teman sebaya terhadap kegiatan belajar. 1. cara-cara dan praktik pengembangan pengaruh positif hubungan teman sebaya terhadap gegiatan belajar 2. Cara-cara dan praktik menghindari dan mengatasi pengaruh negatif hubungan teman sebaya terhadap kegiatan belajar 1. Memanfaatkan hubungan teman sebaya dalam upaya pengembangan persiapan karir. 1. Contoh-contoh kemanfaatan hubungan teman sebaya dalam upaya pengembangan persiapan karir 2. Praktik memanfaatan hubungan teman sebaya dalam upaya pengembangan persiapan karir Bimbingan KARIR 2. Memahami bahwa baik pria wanita mempunyai kedudukan yang sama dalam bekerja dan mengembangkan karir. Konsep persamaan jender dalam pilihan dan pengembangan karir Bimbingan Konseling/Silabus SLTP 8

Minggu, 09 Maret 2008

perkembangan remaja

Jumat, 15 Nopember 2002
Memahami Aspek-aspek Penting Perkembangan Remaja
Dalam hidupnya, setiap manusia akan mengalami berbagai tahap perkembangan. Dan salah satu tahap perkembangan yang sering menjadi sorotan adalah ketika seseorang memasuki usia remaja. Betapa tidak? Usia remaja adalah gerbang menuju kedewasaan, jika dia berhasil melalui gerbang ini dengan baik, maka tantangan-tantangan di masa selanjutnya akan relatif mudah diatasi.

Begitupun sebaliknya, bila dia gagal maka pada tahap perkembangan berikutnya besar kemungkinan akan terjadi masalah pada dirinya. Oleh karena itu, agar perkembangannya berjalan dengan baik, setidaknya ada lima aspek penting yang harus dicermati, baik oleh orang tua, pendidik, maupun si remaja itu sendiri.

1. Kondisi fisik
Penampilan fisik merupakan aspek penting bagi remaja dalam menjalani aktivitas sehari-hari. Biasanya mereka mempunyai standar-standar tertentu tentang sosok fisik ideal yang mereka dambakan. Misalnya, standar cantik adalah berpostur tinggi, bertubuh langsing, dan berkulit putih.
Namun tentu saja tidak semua remaja memiliki kondisi fisik seideal itu. Karenanya, remaja mesti belajar menerima dan memanfaatkan seperti apapun kondisi fisiknya dengan seefektif mungkin.

Remaja perlu menanamkan keyakinan bahwa keindahan lahiriah bukanlah makna yang sesungguhnya dari kecantikan. Kecantikan sejati justru bersumber dari hati nurani, akhlak, serta kepribadian yang baik. Seperti kata pepatah: Beauty is not in the face, beauty is a light in the heart (kecantikan bukan pada wajah, melainkan cahaya dari dalam hati). Bahkan dalam Islam, Rasulullah Muhammad SAW bersabda: "Sesungguhnya Allah tidak melihat bentuk-bentuk tubuhmu dan harta-hartamu, tetapi Allah melihat hati dan amal-amalmu." (HR Muslim)

2. Kebebasan emosional
Pada umumnya, remaja ingin memperoleh kebebasan emosional. Mereka ingin bebas melakukan apa saja yang mereka sukai. Tak heran, sebab dalam masa peralihan dari anak-anak menuju dewasa, seorang remaja memang senantiasa berusaha agar pendapat atau pikiran-pikirannya diakui dan disejajarkan dengan orang dewasa, dalam kedudukannya yang bukan lagi sekadar objek.

Dengan demikian jika terjadi perbedaan pendapat antara anak dengan orang tua, maka pendekatan yang bersifat demokratis dan terbuka akan terasa lebih bijaksana. Salah satu caranya dapat dilakukan dengan membangun rasa saling pengertian, di mana masing-masing pihak berusaha memahami sudut pandang pihak lain.

Saling pengertian juga dapat dibangkitkan dengan bertukar pengalaman atau dengan melakukan beberapa aktivitas tertentu bersama-sama, di mana orang tua dapat menempatkan dirinya dalam situasi remaja, dan sebaliknya. Menurut Gordon, inti dari metode pemecahan konflik yang aman antara orang tua dan anak adalah dengan menjadi pendengar aktif.

3. Interaksi sosial
Kemampuan untuk melakukan interaksi sosial juga sangat penting dalam membentuk konsep diri yang positif, sehingga dia mampu melihat dirinya sebagai orang yang kompeten dan disenangi oleh lingkungannya. Dengan demikian, maka diharapkan dia dapat memiliki gambaran yang wajar tentang dirinya sesuai dengan kenyataan (tidak dikurangi atau dilebih-lebihkan).

Menurut Abdul Halim Abu Syuqqah, dalam bukunya Kebebasan Wanita, pergaulan yang sehat adalah pergaulan yang tidak terjebak dalam dua ekstrem, yakni terlalu sensitif (menutup diri) atau terlalu bebas. Konsep pergaulan semestinya lebih ditekankan kepada hal-hal positif, seperti untuk mempertegas eksistensi diri atau guna menjalin persaudaraan serta menambah wawasan yang bermanfaat.

4. Pengetahuan terhadap kemampuan diri
Setiap kelebihan atau potensi yang ada dalam diri manusia sesungguhnya bersifat laten. Artinya, ia harus digali dan terus dirangsang agar keluar secara optimal. Dengan demikian, akan terlihat sejauh mana potensi yang ada dan di jalur mana potensi itu terkonsentrasi, untuk selanjutnya diperdalam hingga dapat melahirkan karya yang berarti.

Dengan mengetahui dan menerima kemampuan diri secara positif, maka seorang remaja diharapkan lebih mampu menentukan keputusan yang tepat terhadap apa yang akan ia jalani, seperti memilih sekolah atau jenis kegiatan yang akan diikutinya.

5. Penguasaan diri terhadap nilai-nilai moral dan agama
William James, seorang psikolog yang mendalami psikologi agama mengatakan bahwa orang yang memiliki komitmen terhadap nilai-nilai agama cenderung mempunyai jiwa yang lebih sehat. Kondisi tersebut ditampilkan dengan sikap yang positif, optimis, spontan, bahagia, serta penuh gairah dan vitalitas.

Sebaliknya, orang yang memandang agama sebagai suatu kebiasaan yang membosankan atau perjuangan yang berat dan penuh beban, akan memiliki jiwa yang sakit (sick soul). Dia akan dihinggapi oleh penyesalan diri, rasa bersalah, murung serta tertekan.

Bagi keluarga Muslim, nampaknya harus mulai ditanamkan pemahaman bahwa di usianya si remaja sudah termasuk baligh. Artinya dia sudah taklif, atau bertanggung jawab atas kewajiban-kewajiban agama serta menanggung sendiri dosa-dosanya apabila melanggar kewajiban-kewajiban tersebut. Dengan pemahaman yang kuat terhadap nilai-nilai moral dan agama, maka lingkungan yang buruk tidak akan membuatnya menjadi buruk. Bahkan boleh jadi, si remaja sanggup proaktif mempengaruhi lingkungannya dengan frame religius.n dr/mqp
( )